Skip to main content

Tanpa Kabar

Seorang gadis tengah duduk termenung sendirian di tengah barisan bangku kosong stasiun kereta api. Menurut jadwal, kereta yang akan ia tumpangi seharusnya datang tak lebih lama dari sepuluh menit dari sekarang. Dia duduk lesu sambil memandangi ke bawah kakinya seperti meratapi kesedihan yang mendalam

Ini adalah hari terakhir Rika menginjak bangkum SMA, artinya tadi adalah hari kelulusannya – hari yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan, namun tidak untuknya. Rika masih memiliki sebuah pesan perasaan yang tidak terbalaskan kepada teman masa kecilnya, Touya. Mereka sudah seperti belahan jiwa yang tak pernah terpisahkan bahkan semenjak mereka masih kecil. Namun, kini Touya sudah memutuskan untuk mengambil pendidikan diluar negri. Artinya, waktu dan kesempatan mereka untuk bersama sudah hampir pasti hilang.

Rika tentu tidak ingin hal itu terjadi. Dia sengaja menunggu di stasiun lebih awal karena dia tahu Touya selalu pulang dengan kereta yang sama dan jadwal yang sama – bagaimanapun mereka sudah saling mengenal sejak lama. Sudah sekitar lima belas menit dia sampai disana dan menunggu. Mungkin Touya masih bersenang-senang dengan teman laki-lakinya – itulah yang Rika pikirkan. Dia masih sabar menunggu disana

“Rika? Jarang sekali kau sampai duluan”

Sebuah suara yang dikenal jelas muncul dari sisi kiri stasiun. Suara yang tidak lain adalah laki-laki itu. Rika menegapkan badannya dan menoleh perlahan dengan wajahnya yang sedikit masam.

“Rika? Ada apa denganmu?

Melihat wajah teman masa kecilnya yang muram itu, Touya merasa khawatir dan menghampiri Rika yang masih duduk termenung.

“Touya, Kapan kau akan pergi?

Satu kalimat, Hanya perlu satu kalimat itu dan Touya sudah mengerti apa topik yang dibicarakan oleh Touya. Sejujurnya Rika semenjak diberitahu olehnya tentang rencana mengambil pendidikan tinggi keluar kota sudah bersikap aneh. Entah sedih, kesal atau marah Touya tidak bisa menyimpulkan apa yang dipikirkan oleh Rika.

Sejak saat dia memberitahunya, hubungan mereka seakan seperti benang layangan yang sedang mengudara – tarik ulur. Terkadang Rika akan bersikap manja dan sebaliknya dia juga akan bersikap kesal pada waktu yang lainnya

Sahabat Rika, Yuki yang mengetahui perubahan sikap Rika inipun membicaraknnya kepada Touya. Mereka hari itu mengobrol untuk mendiskusikan hal itu dan Touya-pun menjelaskna Rika seperti itu semenjak dia tahu Touya akan pergi. Yuki pun akhirnya mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Rika di dalam kamarnya tengah merenung di malam hari. Dia berulang kali mengecek hp-nya. Melihat-lihat percakapan lamanya dengan Touya sejak kali pertama mereka dibelikan hp masing-masing oleh orang tua. Itu sudah lama, sejak mereka baru masuk ke SMP. Kini halaman itu sudah berisi lebih oleh berpuluh-ribu kata. Tentu itu menambah sulit Rika untuk merelakan kepergian Touya

Yuki menelepon Rika yang masih berguling-guling di kasurnya yang menyebabkan seprainya berantakan bahkan sebelum ia tidur. Yuki yang sudah mengetahui akar masalahnya pun berkata

“Sebaiknya kau nyatakan perasaanmu padanya sebelum dia pergi. Entah diterima atau tidak itu urusan belakangan”

Mendengar perkataan sahabatnya itu Rika mengelap air matanya yang sudah hampir habis sedari tadi

“Hanya karena dia keluar kota bukan berarti kalian akan berpisah selamanya kan? Kalian bisa membuat perjanjian semisal ketika kalian lulus, kalian akan ketemuan di sebuah kafe untuk mengobrol”

“Tapi, bagaimana jika ternyata dia sudah melupakanku?

“Kau bodoh ya? Tidak mungkin laki-laki melupakan seorang gadis yang sudah bersamanya semenjak dia kecil. Gadis yang seperti itu sudah mereka anggap sebagai ibu kedua”

Akhirnya sebuah senyuman mulai terpancar dari bibir Rika

“Terima kasih Yuki. Kau memang sahabatku. Aku akan memikirkan untuk menembaknya”

Namun, hari-hari setelah telponan dengan Yuki itu Rika tidak juga kunjung menyatakan perasaannya. Walaupun sudah berulang kali mereka berduaan saat pergi dan pulang sekolah, kata-kata seperti ‘aku cinta padamu’ tak kunjung keluar. Hal itu membuat Yuki merasa jengkel sendiri melihat tingkah sahabatnya itu.

Hingga waktu kelulusan tiba pun Rika tidak sempat menyatakan perasaannya hingga pada saat upacara pelepasan berakhir dia diam-diam menguping

“Kudengan Touya akan pergi besok siang”

Itu teman laki-laki Touya yang sedang membicarakannya. Tidak jelas dimana Touya saat itu

“Iya, aku dapat kabarnya kemarin lewat telepon”

Mendengar kabar itu Rika langsung memalingkan wajahnya dan berlari secepat-cepatnya meninggalkan sekolah. Yuki yang melihat itu sudah menduga apa yang terjadi. Yuki sudah tahu bahwa Touya akan pergi besok, namun dia tidak ingin memberitahu Rika karena menurutnya  lebih baik Touya sendirilah yang memberitahu secara langsung

“Kenapa kau tidak memberitahuku?” Gumam Rika dalam hati

Saat ini Rika benar-benar kesal. Entah pada Touya yang tidak mengabarinya atau pada dirinya yang tidak mencari informasi tentang itu. Dia berlari begitu kencangnya tanpa tahu kemana yang akan dia tuju. Yang dia tahu saat itu adalah hari-hari indahnya, masa muda nya akan segera berakhir apabila Touya sudah pergi.

Hingga sampailah dia di depan stasiun. Stasiun yang selalu dipakai oleh Touya untuk pulang pergi bersamanya – walau tidak slelau. Dia ingat kapan Touya biasanya akan datang disini. Dia memutuskan menunggu untuk meminta penjelasan dari Touya secara langsung. Hingga sampailah kepada kejadian yang sekarang

“Touya, Kapan kau akan pergi?

Touya memalingkan kepalanya sedikit dan menggaruk-garuk pipinya walay tidak merasa gatal

“Aku akan pergi minggu depan”

Kata-kata itu membuat Rika menjadi semakin kesal

“Pembohong”

Sebuah kata singkat keluar. Membuat Touya menoleh tepat ke mata Rika yang hampir berlinang air mata

“Rika, Kau... Menangis?

“Kalau iya kenapa? Kenapa kau berbohong padaku?

“Apa? Aku tidak...”

“Aku mendengarnya, kau akan pergi besok kan?”

Kini giliran Touya yang menundukan kepalanya

“Jadi kau sudah tahu ya?”

“Kenapa kau tidak memberitahuku? Apa kau sudah membenciku?”

“Tentu saja tidak! Bagaimana mungkin aku membencimu?”

Touya berteriak menyangkal apa yang dituduhkan padanya. Dia mengepalkan tangannya dan keringat mulai bercucuran membanjiri wajahnya

“Lalu kenapa? Aku sama sekali tidak menyangka akan mendengar kabar itu bukan darimu”

Kini Rika sudah sepenuhnya menangis. Jika yang membanjiri wajah Touya adalah keringat, yang membanjiri wajah Rika kini adalah cucuran air mata yang keluar

“Sebenarnya, aku ingin memberitahumu nanti malam didepan rumahmu”

“Jujur? Kau tidak mengatakan kebohongan lainnya kan?”

“Aku bersumpah memang merencakan itu. Dan aku juga akan mengatakan hal penting lainnya”

Tangan Rika yang sedari tadi sibuk mengelap air matanya kini telah ia singkirkan karena mendengar perkataan yang membuatnya penasaran

“Tapi karena situasinya sudah begini, maka aku akan katakan saja sekarang....”

Wajah Touya yang sedari tadi merunduk kini sudah kembali tegap

“...Aku akan pergi keluar kota besok siang melalui stasiun ini dan...”

“Dan?”

Rika menjadi semakin penasaran

“Aku takut kita tidak akan bertemu dalam beberapa tahun kedepan jadi aku katakan sekarang.... Aku menyukaimu Rika. Aku menyukaimu sejak kita masih kecil”

Mendengar itu wajah Rika menjadi merah padam dan tersipu malu

“Hehh? Beneran?”

“Tentu saja. Sudah kubilang aku tidak akan membencimu, karena aku sebenarnya menyukaimu”

“Tapi, kenapa aku?”

“Apa maksudmu? Kita sudah bersama sejak kecil. Tidak ada gadis lain yang mungkin aku cintai selain dirimu”

Air mata kembali mengalir dari mata Rika. Namun kali ini diiringi oleh sebuah senyuman tulus

“Rika... Kau menangis lagi?”

Rika bergegas mengelap air matanya dan menerjang Touya dengan pelukannya

“Tidak, aku sedang sekali. Aku juga menyukaimu Touya”

Touya sedikit kaget dengan tindakan agresif Rika. Namun tidak perlu waktu lama, Touya bergegas membalas pelukannya

“Hey Touya”

“Kenapa?”

“Jika kau sudah menyelesaikan pendidikanmu dan kembali kesini... Bagaimana kalau kita minum kopi di cafe?”

“Tentu, dan saat itu aku akan sangat bahagia”

 


Comments

Trending This Week

Bayangan di Balik Jendela

Bayangan di Balik Jendela Rina menghela napas panjang, menatap rumah tua yang kini menjadi tempat tinggal barunya. Rumah itu adalah warisan dari kakeknya, terletak di sebuah desa terpencil yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Ia tak pernah berpikir akan tinggal di tempat seperti ini, tetapi keadaan memaksanya untuk menerima kenyataan. Malam pertama di rumah itu terasa sunyi, terlalu sunyi. Angin malam berhembus lembut, menyentuh jendela kayu di kamar Rina. Namun, yang membuatnya tak bisa tidur adalah perasaan aneh bahwa seseorang sedang mengamatinya. Matanya melirik ke arah jendela. Di sana, samar-samar ia melihat sebuah bayangan. Jantung Rina berdegup kencang. Ia melangkah pelan mendekati jendela, mencoba memastikan apa yang ia lihat bukan sekadar imajinasinya. Namun, saat ia membuka jendela, tidak ada siapa pun di luar sana. Hanya kebun yang diterangi sinar rembulan. Keesokan harinya, saat menjelajahi rumah itu, Rina menemukan sebuah kamar tua yang tertutup rapat. Rasa penasaran memb...

Bayangan Peniru

Kali ini ada sebuah kisah tentang seseorang yang mengaku pernah di hantui oleh sosok bayangan yang menyerupai manusia di sekitar perkarangan rumahnya. Sebut saja nama tokoh utama kita ini Rusdi. Jadi beberapa tahun yang lalu, Rusdi pernah pergi ke rumah kakeknya yang berada jauh di desa. Kebetulan ayah Rusdi ini adalah seorang perantau jadi, dia ikut dengan ayahnya sekalian sekolah di kota tempat ayahnya itu bekerja. Rusdi pulang bersama bapak dan ibunya ke desa untuk menyambut lebaran yang akan di adakan beberapa hari lagi. Mereka pergi lebih awal hitung-hitung untuk menghindari ke macetan yang sering terjadi. Singkat cerita ia sudah sampai di rumah nenek dan kakeknya itu. Itu adalah rumah tradisional nan kuno. Sangat mencerminkan rumah desa pada umumnya. Hanya saja, tidak jauh dari rumah itu adalah sebuah kuburan yang hanya memiliki satu makam. Rusdi ingat ketika ia pernah menanyai kakeknya tentang siapa yang di makamkan disana dan kenapa ia hanya sendirian. Namun, baik kakek maupun ...

Sebuah Misteri Sekolah

Mau bagaimanapun, misteri hanya akan menjadi sebuah misteri saat itu menimbulkan banyak pertanyaan di dalam benak masyarakat. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana detail kejadiannya hingga itu terungkap. Sayangnya, ada banyak misteri yang sepertinya memang di peruntukan untuk menjadi buah bibir. Sebuah kisah pada sebuah sekolah yang letaknya tidak akan saya sebutkan. Saya tidak akan mengatakan apakah ini karangan ataupun kejadian nyata. Walau, saya berharap ini hanya fiksi belaka. Bagaimana jadinya jika sebuah kelas yang pada pagi harinya selalu berisik dengan candaan dan tawa riang anak-anak pada pagi hingga sore hari, berubah menjadi semengerikan kuburan pada tengah malam? Kencangkan sabuk pengaman dan kita akan mulai kisahnya. Ini adalah kisah dari seorang anak yang tidak akan di sebutkan namanya. Seperti yang sudah tertera di atas, dia adalah salah satu anak yang ikut andil dalam keributan di kelas sehari-hari. Bukan dalam artian yang buruk. Dia hanya senang berbagai tawa dengan kaw...

Dipecat Secara Tidak Adil, Tetapi Diselamatkan Oleh Teman Lama

“Kau dipecat!”   Perkenalkan namaku Iwatani Ryuusuke   Itulah kata-kata terakhir yang aku dengar sebelum pulang kerja di hari ini. Aku dipecat oleh bosku setelah tiga tahun bekerja di sana. Aku dituduh menjual data-data penting perusahaan kepada rival kami. Walau tidak ada bukti yang kuat atas tuduhan itu, orang-orang merasa itu adalah fakta karena tuduhan itu berasal dari bosku yang memiliki reputasi baik.   Sebenarnya aku tahu, orang yang menjual informasi itu adalah dia, Takashi-san, bosku yang aku sebutkan tadi. Aku mengetahuinya ketika tidak sengaja mengintip ke komputernya dan melihat pesannya pada seseorang dari perusahaan rival. Mungkin alasan dia ingin mengeluarkanku adalah agar aku tidak menyebarkan fakta itu pada yang lain.   Orang itu pada dasarnya memang orang yang busuk. Satu-satunya alasan bahwa dia memiliki reputasi baik adalah karena semua yang tahu hal buruk tentangnya, bernasib sama denganku.   Mari kita lupakan soal peru...

Satu Momen Bisa Mengubah Hidup Seseorang

Hanya perlu satu. Iya, satu peristiwa untuk membuat seseorang benar-benar mengubah pandangannya tentang dunia ini secara keseluruhan. Orang-orang mungkin menyebutnya quarter life crisis karena kebanyakan terjadi Ketika berusia dua pulih lima atau sekitarnya. Tapi, ini sedikit berbeda dengan apa yang di alami oleh Takuma Hirata.   Awalnya dia hanyalah seorang siswa biasa yang menjalani kesehariannya dengan baik di SMA. Dia bukanlah anak yang sangat popular, namun juga bukan anak yang terlalu penyendiri. Jika di ibaratkan makanan, dia adalah makanan pokok, tidak diperhitungkan, tapi jika tidak ada maka akan ada sesuatu yang kurang.   Sampai hari itu tiba   “Dasar Cabul!”   Baru saja ia tiba di sekolahnya, ia langsung diteriaki oleh seisi kelasnya. Yang teriak paling keras adalah orang yang disukainya, Komori Mitsuki. Langsung disajikan pemandangan yang tidak mengenakan begitu sampai kelas, dia bertanya-tanya pada sekitar.   “Tunggu, apa yang ka...

Jemput

Kejadian supranatural memang sering terjadi di tempat-tempat yang cukup sepi. Misalnya di jalanan kampung atau di bangunan tua. Tidak peduli siang atau malam, auranya tidak akan berubah. Inilah yang baru saja di alami oleh Eko disaat perjalanannya dengan mobil menuju ke sebuah gedung mewah untuk mendatangi acara pernikahan adiknya, Siti. Dia sangat antusias akan pernikahan adiknya itu. Sampai-sampai sebelum berangkat ia sempat hampir lupa menggunakan celana dalamnya. Sekitar sepuluh menit waktu yang ia perlukan untuk bersiap-siap bersama dengan istrinya, Ratna untuk pergi kesana. “Gimana? Udah cakep belum?” Tanya Ratna  “Sudah dong. Kan Istriku. Kalau gak cakep mana ku nikahi” Jawab Eko dengan nada bercanda “Ih... Gombal” Persiapan mereka sudah selesai. Eko menghidupkan mobil sedannya dan membukakan pintu untuk Istri tercinta. Waktu itu pukul 8 malam. Suasana jalan bisa dibilang lumayan sepi. Hanya ada satu atau dua kendaraan yang melaju, namun berlawanan arah dengan tujuan mereka....

Anak yang Tidak Diharapkan

Aku adalah anak pertama dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan ayahku adalah seorang pekerja kantoran dengan jabatan dan gaji yang cukup tinggi. Sebagai anak tertua, aku selalu diperlakukan dengan keras. Aku bahkan sudah di suruh mengerjakan pekerjaan rumah ketika baru masuk ke sekolah dasar. Sikap mereka berbeda dengan yang mereka berikan kepada adikku. Adikku lebih muda dua tahun dariku. Entah kenapa, aku merasa dia sangat di sayangi dan di manja oleh kedua orangtuaku. Itu seperti adikku adalah satu-satunya anak yang mereka inginkan. Kenapa aku bisa berpikir seperti itu? Tentu saja karena dia tidak pernah dituntut apa-apa. Dia bebas melakukan apapun yang ia suka bahkan tanpa perlu izin. Berbeda denganku, yang ketika itu ingin masuk les menggambar saja sampai dimarahi berjam-jam. Pada saat hari ulang tahunnya, kami pergi ke restoran sushi untuk merayakannya. Aku tidak tahu apakah mereka lupa, tapi aku alergi terhadap ikan. Aku sudah...