Skip to main content

Teman Masa Kecil dan Hujan

“Minami, bisakah kau menolongku belajar untuk tes tengah semester? Aku akan hancur tanpa bantuanmu”

 

“Baiklah”

 

“Terimakasih!”

 

Namaku Haru, Michiro Haru. Yang sedang mengobrol denganku adalah Sakuna Minami. Kami adalah teman masa kecil seperti yang ada di novel-novel.

 

Minami adalah gadis yang introvert namun pintar. Penampilannya juga tidak terlalu mencolok. Walau begitu, aku tahu ada orang yang menyukai dia tanpa ia ketahui, itu adalah aku.

 

Aku mulai menyukainya ketika kita masuk sekolah menengah atas. Sejak saat itu aku selalu meminta bantuan dia untuk belajar agar lebih dekat dengannya. Tapi, kali ini aku memang sedang dalam masalah.

 

Kalau aku tidak mendapatkan nilai minimum, maka game yang aku punya akan disita oleh ibuku.

 

Beruntung bagiku, Minami mau membantuku dalam hal ini.

 

“Kalau begitu nanti sepulang sekolah, di rumahku”

 

“...baiklah”

 

Dan dengan itu, kegiatan belajar kami pun sudah dipastikan.

 

***

 

Entah sudah berapa lama Haru-kun mengundangku ke rumahnya. Itu beberapa bulan yang lalu. Entah kenapa aku menjadi sedikit gugup.

 

Ketika sudah sampai ke rumah, aku langsung berganti pakaian dan menyiapkan buku. Kalau tidak salah tes pertama di minggu depan adalah tentang sejarah.

 

“Ara, Minami. Mau pergi kemana?”

 

“Ke tempat Haru-kun. Dia meminta ku menolongnya belajar”

 

Ibuku tersenyum dengan sedikit mengesalkan.

 

“Hoho, begituya. Tolong jangan lepas kendali ya”

 

“Tentu saja tidak!”

 

Aku menjawab dengan berteriak. Kami hanya akan belajar, tidak ada hal lain...Semoga.

 

***

 

Ketika aku sampai di rumah, aku melihat secarik kertas ada di atas meja makan.

 

Haru, ayah dan ibumu akan pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Kami paling cepat akan pulang besok pagi. Tolong jaga rumah. Ibu sudah menyiapkan makanan dingin di kulkas jika kau mau

 

Tunggu

 

Tunggu!

 

Kenapa mereka mendadak keluar pada saat seperti ini!

 

Benar, hari ini adalah waktu aku dan Minami untuk belajar bersama. Jika dia tahu ayah dan ibuku keluar, jika dia tahu aku dan dia hanya berduaan maka...

 

“Maaf mengganggu...”

 

Ketika aku sedang dalam pikiran, pintu depan terbuka. Itu Minami yang sudah datang.

 

“Minami!?”

 

“He? Kenapa kau terkejut. Kau yang mengundangku kan? Lagipula, cepat ganti pakaianmu”

 

“Oh, benar”

 

Aku berlari menuju kamarku tanpa sempat memberitahu soal surat itu.

 

Aku membutuhkan waktu lebih karena kamarku cukup berantakan, aku harus merapikannya terlebih dahulu.

 

“Baiklah aku sudah selesai”

 

Aku membukakan pintu kamarku dan mempersilahkan Minami untuk duduk di samping meja.

 

“Apa kau mau minuman?”

 

“Iya”

 

Aku pergi menuju dapur untuk menyiapkan jus. Untunglah itu masih ada di sana. Tunggu, aku belum memberitahukan situasi ini padanya.

 

“Aku datang”

 

“Terimakasih”

 

Aku duduk berlawanan arah dengan Minami di seberang meja.

 

“Anu, Minami”

 

“Ada apa?”

 

“Sebenarnya orangtuaku sedang tidak ada di rumah saat ini. Jadi, jika kau merasa tidak nyaman, mungkin kita bisa pindah ke tempatmu atau tempat lain”

 

“...Apa kau merencanakan hal gila padaku?”

 

“Tentu saja tidak!”

 

“Maka aku tidak masalah”

 

“Serius?”

 

Aku tidak tahu apakah dia benar-benar percaya padaku atau hanya sebatas gadis yang polos.

 

Kami mulai belajar dengan serius setelahnya hingga tanpa sadar hari telah mulai malam. Dan...

 

“Hmm?”

 

“Ada apa?”

 

“Aku baru menyadarinya. Di luar sedang hujan”

 

Oh benar. Kami terlalu fokus sampai tidak menyadarinya.

 

Darr

 

“Hyaa!”

 

“?!”

 

Suara petir begitu keras. Tapi bukan itu yang membuatku kaget, melainkan suara teriakan Minami yang...Sedikit lucu.

 

“Minami...Apa kau takut petir?”

 

“Uh..Tidak, aku tidak takut”

 

Darr

 

“Hyaaa!”

 

“Kau jelas takut”

 

“Berisik!”

 

Setelah aku ingat kembali, ini pernah terjadi. Minami memang takut dengan petir, lebih khususnya dengan suara keras. Itu ketika kami di sekolah dasar. Orang tua Minami terlambat menjemputnya. Aku menemani dia di dalam kelas karena diluar sedang hujan. Ketika petir keluar, dia akan memelukku sambil ketakutan. Kenangan yang indah.

 

“Hei, kau pasti memikirkan hal yang tidak baik”

 

“Bukan, bukan itu”

 

Semakin lama kami berbicara, hujan di luar menjadi semakin deras. Dan...

 

Kryuukk

 

“?!”

 

“Minami...kau lapar”

 

“...Iya”

 

Ini memang sudah jam makan malam.

 

“Baiklah, aku akan menyiapkan makanan. Tunggulah disini”

 

“Aku...Aku juga ikut. Aku akan membantumu”

 

“Hoh, bukankah kau hanya tidak mau sendirian karena takut dengan petir?”

 

“Berhenti menggodaku!”

 

Itu selalu menyenangkan untuk menggodamu kau tahu?

 

***

 

“Aku akan mandi terlebih dahulu. Boleh aku pinjam baju ibumu?”

 

“Tentu”

 

Kami sudah selesai makan. Dan hujan juga terlihat semakin deras. Tidak ada pilihan lain selain Minami untuk mandi di rumahku.

 

“Jangan berpikir untuk mengintip”

 

“Aku tidak akan!”

 

Walau aku berkata begitu. Bagaimana mungkin seorang pria berpikiran tenang ketika gadis yang ia sukai mandi di kamarnya? Tidak, aku bukan pria brengsek.

 

Aku menyibukan diri dengan bermain game hingga tidak sadar Minami telah berada di belakangku”

 

“Aku sudah selesai. Sekarang giliranmu”

 

“Oh baiklah...”

 

Aku sedikit kagum. Aku tahu bahwa ukuran ibuku dan Minami setara, tapi aku tidak tahu akan secocok itu”

 

“Kenapa kau menatapku begitu? Dasar mesum”

 

“Tidak..Bukan begitu!”

 

“Cepatlah mandi!”

 

***

 

Aku tidak bisa mengontrol pikiranku. Penampilan Minami seperti itu benar-benar mengacaukan pikiranku. Aku harus tenang. Aku tidak ingin mengecewakannya.

 

“Aku selesai”

 

“Hei...Haru-kun”

 

“Hmm? Ada apa”

 

Minami sedang memegang ponselnya. Dia berbicara dengan gagap.

 

“Ibuku bilang hujannya diperkirakan akan terjadi semalaman jadi...”

 

“Jadi?”

 

“...Ibuku menyuruhku untuk menginap disini”

 

“?!”

 

Oh tidak...

 

Memang benar aku tidak bisa memaksa Minami untuk pergi di situasi seperti ini. Tapi memintanya untuk bermalam itu sedikit...

 

“Tunggu dulu, apa kau serius tentang ini?”

 

“...Sepertinya tidak ada pilihan lain. Lagipula ibuku sendiri yang menyarankan”

 

Bibi, bagaimana kau bisa mempercayakan anak gadismu padaku semudah itu?

 

“Jika kau tidak masalah, maka aku juga tidak punya masalah”

 

“...Terimakasih”

 

“Kalau begitu kau bisa tidur di kamarku. Aku akan tidur di ruang tamu”

 

“Eh? Itu...Itu tidak baik untukmu. Bisa saja kau sakit?”

 

“Oh benar. Kalau begitu aku akan tidur di kamar orangtuaku”

 

“Eh...Itu...”

 

Aku merasa aneh dengan respons yang diberikan oleh Minami.

 

“Jangan bilang kau benar-benar takut dengan petir dan memintaku untuk tidur denganmu”

 

“?!”

 

“Tebakanku benar ya?”

 

“Apa tidak boleh?”

 

“Minami dengarkan. Kita ini siswa sekilah menengah atas. Jika kita tidur bersama maka akan ada kesalahpahaman kau tahu? Lagipula aku ini laki-laki”

 

“Aku tidak masalah”

 

“Ha?”

 

“Jika itu dengan Haru-kun, aku tidak masalah untuk tidur denganmu”

 

Sumpah, gadis ini. Apakah dia benar-benar polos atau kepercayaannya padaku begitu tinggi?

 

“Dengar Minami!”

 

Darr

 

“Hyaa!”

 

“?!”

 

Minami memeluku ketika petir kembali bersuara. Itu mengingatkanku tentang apa yang terjadi ketika sekolah dasar.

 

“Haru-kun...Tolong tidur denganku...Aku akan jujur. Aku takut dengan petir. Jadi, jangan biarkan aku tidur sendirian”

 

“...Baiklah”

 

Bagaimana aku bisa menolak permintaan dengan bola mata yang hampir menangis seperti itu?

 

Dan dengan itu kami benar-benar tidur bersama.

 

“Hic...hic”

 

“Tenanglah”

 

Minami terus menangis di dadaku. Dia benar-benar ketakutan.

 

“Tapi, ini mengingatkanku saat kita masih sekolah dasar. Saat itu kau memeluku seperti ini. Haha”

 

“Jangan mengungkit masa lalu”

 

Dia memukulku dengan ringan di dada. Itu tidak sakit sama sekali. Malahan itu terlihat lucu.

 

“Hei, Haru-kun”

 

“Hmm?”

 

“Terimakasih sudah mendengarkan keinginan egoisku. Jika orang lain tahu akan hal ini, aku akan membelamu dan mengatakan alasannya”

 

“Tidak masalah, aku juga senang bisa tidur dengamu”

 

“...Heh?!”

 

Oh gawat. Aku membiarkan mulutku bergerak sendiri.

 

“Apa..Apa maksudmu dengan itu?”

 

“Lupakan saja...Itu hanya candaan”

 

“Haru-kun bukan orang yang akan bercanda seperti itu dalam situasi seperti ini. Katakanlah”

 

Aku ditekan oleh Minami yang masih memiliki air mata di pipinya. Sepertinya aku tidak bisa menahannya lagi.

 

“Begini Minami...”

 

“Ya?”

 

“Saat aku memintamu untuk membantumu belajar dan meminta contekan padamu, itu hanya alasanku untuk lebih dekat denganmu”

 

“...Kenapa kau ingin dekat denganku?”

 

“Itu karena...Aku menyukaimu”

 

“Heh?...Heh?!”

 

“Jangan berteriak di depan telingaku”

 

Tentu saja dia akan kaget dengan pengungkapan perasaan yang tiba-tiba. Apalagi dalam situasi seperti ini.

 

“Tapi..Kenapa aku? Aku hanyalah gadis pemalu. Hanya gadis biasa”

 

“Lalu kenapa dengan hal itu?”

 

Aku benar-benar tidak suka Minami yang terlalu merendahkan dirinya.

 

“Haru-kun mungkin tidak tahu. Kau cukup populer di kelas kau tahu? Aku yakin ada gadis lain yang cocok untukmu”

 

“Tapi yang aku inginkan hanya dirimu”

 

“Itu...”

 

“Aku hanya ingin berpacaran dengamu. Bukan orang lain”

 

“Tunggu dulu, Haru-kun. Kau akan membuatku pingsan karena malu”

 

“...Maaf”

 

Wajah Minami sepenuhnya memerah. Segera setelah aku sadar telah mengucapkan sesuatu yang luar biasa, aku juga ikut malu. Aku yakin itu sama merahnya dengan Minami.

 

“Jika kau tidak masalah denganku...Maka aku tidak keberatan menjadi pacarmu”

 

“...benarkah?”

 

“Iya...kenyataannya, aku juga mencintaimu, Haru-kun”

 

“Minami”

 

Aku memeluknya dengan erat setelah dia menerima cintaku.

 

“Tunggu, Haru-kun. Kalau kau memelukku saat ini, aku akan gila”

 

“Oh, maaf”

 

Dan dengan itu kami resmi berpacaran. Kami tidur sambil berpelukan sepanjang malam. Tentu saja kami belum melakukan hal seperti itu. Aku tidak ingin membuat Minami merasa tidak nyaman.

 

***

 

“Haru...bisa kau menjelaskan kejadian ini?”

 

Orangtuaku kembali pagi hari. Sialnya, Aku dan Minami masih tertidur dan mereka menemukan kami tidur bersama sambil berpelukan.

 

Kami menghabiskan waktu untuk menjelaskan kejadiannya. Untunglah mereka mengerti. Juga, mereka senang akhirnya aku dan Minamu sudah resmi menjadi pasangan. Rupanya mereka telah lama mendambakan Minami menjadi keluarga mereka

Comments

Trending This Week

Bayangan di Balik Jendela

Bayangan di Balik Jendela Rina menghela napas panjang, menatap rumah tua yang kini menjadi tempat tinggal barunya. Rumah itu adalah warisan dari kakeknya, terletak di sebuah desa terpencil yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Ia tak pernah berpikir akan tinggal di tempat seperti ini, tetapi keadaan memaksanya untuk menerima kenyataan. Malam pertama di rumah itu terasa sunyi, terlalu sunyi. Angin malam berhembus lembut, menyentuh jendela kayu di kamar Rina. Namun, yang membuatnya tak bisa tidur adalah perasaan aneh bahwa seseorang sedang mengamatinya. Matanya melirik ke arah jendela. Di sana, samar-samar ia melihat sebuah bayangan. Jantung Rina berdegup kencang. Ia melangkah pelan mendekati jendela, mencoba memastikan apa yang ia lihat bukan sekadar imajinasinya. Namun, saat ia membuka jendela, tidak ada siapa pun di luar sana. Hanya kebun yang diterangi sinar rembulan. Keesokan harinya, saat menjelajahi rumah itu, Rina menemukan sebuah kamar tua yang tertutup rapat. Rasa penasaran memb...

Bayangan Peniru

Kali ini ada sebuah kisah tentang seseorang yang mengaku pernah di hantui oleh sosok bayangan yang menyerupai manusia di sekitar perkarangan rumahnya. Sebut saja nama tokoh utama kita ini Rusdi. Jadi beberapa tahun yang lalu, Rusdi pernah pergi ke rumah kakeknya yang berada jauh di desa. Kebetulan ayah Rusdi ini adalah seorang perantau jadi, dia ikut dengan ayahnya sekalian sekolah di kota tempat ayahnya itu bekerja. Rusdi pulang bersama bapak dan ibunya ke desa untuk menyambut lebaran yang akan di adakan beberapa hari lagi. Mereka pergi lebih awal hitung-hitung untuk menghindari ke macetan yang sering terjadi. Singkat cerita ia sudah sampai di rumah nenek dan kakeknya itu. Itu adalah rumah tradisional nan kuno. Sangat mencerminkan rumah desa pada umumnya. Hanya saja, tidak jauh dari rumah itu adalah sebuah kuburan yang hanya memiliki satu makam. Rusdi ingat ketika ia pernah menanyai kakeknya tentang siapa yang di makamkan disana dan kenapa ia hanya sendirian. Namun, baik kakek maupun ...

Sebuah Misteri Sekolah

Mau bagaimanapun, misteri hanya akan menjadi sebuah misteri saat itu menimbulkan banyak pertanyaan di dalam benak masyarakat. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana detail kejadiannya hingga itu terungkap. Sayangnya, ada banyak misteri yang sepertinya memang di peruntukan untuk menjadi buah bibir. Sebuah kisah pada sebuah sekolah yang letaknya tidak akan saya sebutkan. Saya tidak akan mengatakan apakah ini karangan ataupun kejadian nyata. Walau, saya berharap ini hanya fiksi belaka. Bagaimana jadinya jika sebuah kelas yang pada pagi harinya selalu berisik dengan candaan dan tawa riang anak-anak pada pagi hingga sore hari, berubah menjadi semengerikan kuburan pada tengah malam? Kencangkan sabuk pengaman dan kita akan mulai kisahnya. Ini adalah kisah dari seorang anak yang tidak akan di sebutkan namanya. Seperti yang sudah tertera di atas, dia adalah salah satu anak yang ikut andil dalam keributan di kelas sehari-hari. Bukan dalam artian yang buruk. Dia hanya senang berbagai tawa dengan kaw...

Dipecat Secara Tidak Adil, Tetapi Diselamatkan Oleh Teman Lama

“Kau dipecat!”   Perkenalkan namaku Iwatani Ryuusuke   Itulah kata-kata terakhir yang aku dengar sebelum pulang kerja di hari ini. Aku dipecat oleh bosku setelah tiga tahun bekerja di sana. Aku dituduh menjual data-data penting perusahaan kepada rival kami. Walau tidak ada bukti yang kuat atas tuduhan itu, orang-orang merasa itu adalah fakta karena tuduhan itu berasal dari bosku yang memiliki reputasi baik.   Sebenarnya aku tahu, orang yang menjual informasi itu adalah dia, Takashi-san, bosku yang aku sebutkan tadi. Aku mengetahuinya ketika tidak sengaja mengintip ke komputernya dan melihat pesannya pada seseorang dari perusahaan rival. Mungkin alasan dia ingin mengeluarkanku adalah agar aku tidak menyebarkan fakta itu pada yang lain.   Orang itu pada dasarnya memang orang yang busuk. Satu-satunya alasan bahwa dia memiliki reputasi baik adalah karena semua yang tahu hal buruk tentangnya, bernasib sama denganku.   Mari kita lupakan soal peru...

Satu Momen Bisa Mengubah Hidup Seseorang

Hanya perlu satu. Iya, satu peristiwa untuk membuat seseorang benar-benar mengubah pandangannya tentang dunia ini secara keseluruhan. Orang-orang mungkin menyebutnya quarter life crisis karena kebanyakan terjadi Ketika berusia dua pulih lima atau sekitarnya. Tapi, ini sedikit berbeda dengan apa yang di alami oleh Takuma Hirata.   Awalnya dia hanyalah seorang siswa biasa yang menjalani kesehariannya dengan baik di SMA. Dia bukanlah anak yang sangat popular, namun juga bukan anak yang terlalu penyendiri. Jika di ibaratkan makanan, dia adalah makanan pokok, tidak diperhitungkan, tapi jika tidak ada maka akan ada sesuatu yang kurang.   Sampai hari itu tiba   “Dasar Cabul!”   Baru saja ia tiba di sekolahnya, ia langsung diteriaki oleh seisi kelasnya. Yang teriak paling keras adalah orang yang disukainya, Komori Mitsuki. Langsung disajikan pemandangan yang tidak mengenakan begitu sampai kelas, dia bertanya-tanya pada sekitar.   “Tunggu, apa yang ka...

Jemput

Kejadian supranatural memang sering terjadi di tempat-tempat yang cukup sepi. Misalnya di jalanan kampung atau di bangunan tua. Tidak peduli siang atau malam, auranya tidak akan berubah. Inilah yang baru saja di alami oleh Eko disaat perjalanannya dengan mobil menuju ke sebuah gedung mewah untuk mendatangi acara pernikahan adiknya, Siti. Dia sangat antusias akan pernikahan adiknya itu. Sampai-sampai sebelum berangkat ia sempat hampir lupa menggunakan celana dalamnya. Sekitar sepuluh menit waktu yang ia perlukan untuk bersiap-siap bersama dengan istrinya, Ratna untuk pergi kesana. “Gimana? Udah cakep belum?” Tanya Ratna  “Sudah dong. Kan Istriku. Kalau gak cakep mana ku nikahi” Jawab Eko dengan nada bercanda “Ih... Gombal” Persiapan mereka sudah selesai. Eko menghidupkan mobil sedannya dan membukakan pintu untuk Istri tercinta. Waktu itu pukul 8 malam. Suasana jalan bisa dibilang lumayan sepi. Hanya ada satu atau dua kendaraan yang melaju, namun berlawanan arah dengan tujuan mereka....

Anak yang Tidak Diharapkan

Aku adalah anak pertama dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan ayahku adalah seorang pekerja kantoran dengan jabatan dan gaji yang cukup tinggi. Sebagai anak tertua, aku selalu diperlakukan dengan keras. Aku bahkan sudah di suruh mengerjakan pekerjaan rumah ketika baru masuk ke sekolah dasar. Sikap mereka berbeda dengan yang mereka berikan kepada adikku. Adikku lebih muda dua tahun dariku. Entah kenapa, aku merasa dia sangat di sayangi dan di manja oleh kedua orangtuaku. Itu seperti adikku adalah satu-satunya anak yang mereka inginkan. Kenapa aku bisa berpikir seperti itu? Tentu saja karena dia tidak pernah dituntut apa-apa. Dia bebas melakukan apapun yang ia suka bahkan tanpa perlu izin. Berbeda denganku, yang ketika itu ingin masuk les menggambar saja sampai dimarahi berjam-jam. Pada saat hari ulang tahunnya, kami pergi ke restoran sushi untuk merayakannya. Aku tidak tahu apakah mereka lupa, tapi aku alergi terhadap ikan. Aku sudah...