Bayangan di Balik Jendela
Rina menghela napas panjang, menatap rumah tua yang kini menjadi tempat tinggal barunya. Rumah itu adalah warisan dari kakeknya, terletak di sebuah desa terpencil yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Ia tak pernah berpikir akan tinggal di tempat seperti ini, tetapi keadaan memaksanya untuk menerima kenyataan.
Malam pertama di rumah itu terasa sunyi, terlalu sunyi. Angin malam berhembus lembut, menyentuh jendela kayu di kamar Rina. Namun, yang membuatnya tak bisa tidur adalah perasaan aneh bahwa seseorang sedang mengamatinya. Matanya melirik ke arah jendela. Di sana, samar-samar ia melihat sebuah bayangan.
Jantung Rina berdegup kencang. Ia melangkah pelan mendekati jendela, mencoba memastikan apa yang ia lihat bukan sekadar imajinasinya. Namun, saat ia membuka jendela, tidak ada siapa pun di luar sana. Hanya kebun yang diterangi sinar rembulan.
Keesokan harinya, saat menjelajahi rumah itu, Rina menemukan sebuah kamar tua yang tertutup rapat. Rasa penasaran membawanya membuka pintu yang berdebu, dan di dalamnya, ia menemukan sebuah buku harian usang yang tertinggal di atas meja.
Buku harian itu milik seorang gadis bernama Sinta yang pernah tinggal di rumah itu puluhan tahun lalu. Semakin Rina membaca, semakin ia tenggelam dalam kisah Sinta—tentang persahabatannya dengan seorang anak laki-laki bernama Damar, tentang janji yang mereka buat, dan tentang tragedi yang akhirnya memisahkan mereka selamanya.
Dalam catatan terakhirnya, Sinta menulis bahwa ia takut. Ia merasa ada yang mengawasinya setiap malam dari balik jendela kamarnya, persis seperti yang Rina alami. Penasaran, Rina mencari informasi lebih lanjut dari penduduk desa. Mereka bercerita bahwa Sinta menghilang secara misterius dan jasadnya tak pernah ditemukan.
Setiap malam, Rina merasa semakin terhubung dengan kisah itu. Hingga suatu malam, bayangan di jendela kembali muncul, kali ini lebih jelas. Bukan hanya sekadar siluet, tetapi sesosok gadis muda dengan mata penuh kesedihan. Dengan keberanian yang tersisa, Rina berusaha berkomunikasi dengannya.
"Sinta?" bisiknya pelan.
Bayangan itu mengangguk perlahan. Air mata mengalir di pipinya sebelum akhirnya menunjuk ke suatu arah di kebun belakang rumah.
Rina mengikuti isyarat itu, menggali di tempat yang ditunjukkan. Setelah berjam-jam bekerja, ia menemukan sesuatu yang mengejutkannya—kerangka manusia dengan liontin berukiran nama "Sinta".
Polisi segera dipanggil, dan hasil penyelidikan mengungkapkan bahwa Sinta telah dibunuh oleh seseorang yang ingin menutupi rahasia lama keluarga. Dengan ditemukannya jasad Sinta, arwahnya akhirnya bisa beristirahat dengan damai.
Malam itu, untuk pertama kalinya, Rina tidur dengan tenang. Jendela kamarnya tetap kosong, tak ada lagi bayangan yang mengawasi. Sinta telah menemukan kedamaian, dan begitu pula dirinya.
Comments
Post a Comment